top of page

Menghadiri Konferensi Pemimpin Muda Internasional 2025: Mendorong pemimpin muda yang sadar akan Sustainability dan berpikir kritis. Tashkent, Uzbekistan.

Pada 23-26 April 2025, saya (Reef Sweny, Presiden IMAPA 2024-2026) memiliki kesempatan luar biasa untuk mewakili Indonesia dan IMAPA Rusia pada Pelatihan dan Konferensi Internasional bagi pemimpin muda di Tashkent, Uzbekistan. Program ini, YLSW 2025 (Youth Leaders Sustainability Week 2025), diselenggarakan oleh IIMP (International Institute of Meta Profesional), UN, dan International Agriculture University (IAU) di Tashkent.


Kegiatan ini dihadiri oleh lebih dari seratus peserta dari 70 negara. Kami semua berkumpul untuk membahas isu-isu penting terkait keberlanjutan dan lingkungan. Fokus utama dari YLSW 2025 adalah membentuk pemimpin muda yang sadar akan pentingnya menjaga planet ini dan menyelesaikan berbagai masalah dunia saat ini, terutama yang berkaitan dengan 17 Sustainable Development Goals (SDGs).


Perwakilan dari berbagai negara di Pembukaan
Perwakilan dari berbagai negara di Pembukaan

Mengapa YLSW 2025 Begitu Menginspirasi?


Lebih dari sekadar konferensi, YLSW 2025 adalah sebuah gerakan untuk menginspirasi dan memberdayakan generasi muda. Menghadapi isu-isu global yang mendesak seperti perubahan iklim dan ketidakadilan sosial, penting bagi pemimpin muda untuk dilibatkan dalam pencarian solusi. Misalnya, data dari Perserikatan Bangsa-Bangsa menunjukkan bahwa sekitar 1 dari 9 orang di dunia masih tidak memiliki akses ke makanan yang cukup. Ini menegaskan perlunya keterlibatan kita.


Selama acara, saya merasa terinspirasi melihat banyak pemimpin muda dari berbagai belahan dunia berkumpul dan berbagi ide serta pengalaman. Dalam suasana yang mendukung, kami belajar tentang tantangan yang dihadapi di setiap negara dan bagaimana kami bisa bekerja sama untuk menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan.


Pembukaan yang Menggugah oleh Menteri Pertanian Usbekistan


Acara ini dibuka dengan pidato yang menggugah dari Menteri Pertanian Usbekistan. Beliau mengingatkan kami, “We are not inheriting the Earth from our ancestors; we are borrowing it from our children.” Pernyataan ini mendorong saya untuk memikirkan dampak dari setiap tindakan yang kita lakukan hari ini terhadap generasi mendatang.


Pernyataan tersebut relevan, terutama bagi generasi muda yang sering merasa terpinggirkan dalam pengambilan keputusan. Namun, mereka adalah yang paling terpengaruh oleh keputusan tersebut. Ini menjadi panggilan untuk semua pemuda agar lebih aktif bersuara dalam diskusi yang mempengaruhi masa depan kita.


Bertemu dengan Pemimpin dan Penasihat Global



Bersama Dr. Ceren Guven Gures from UN Women and Country Program Manager for Uzbekistan
Bersama Dr. Ceren Guven Gures from UN Women and Country Program Manager for Uzbekistan

Acara ini juga memberi saya kesempatan untuk berjumpa dengan banyak tokoh penting. Salah satunya adalah Mrs. Sabine Machl, Koordinator Residen PBB di Uzbekistan yang sebelumnya menjabat di Indonesia sebagai Representasi UN-Woman dan Dr. Ceren Guven Gures from UN Women and Country Program Manager for Uzbekistan. Dia memberikan wawasan mendalam tentang inisiatif PBB yang bertujuan untuk mendukung keberlanjutan dan kesejahteraan global.


Selain itu, saya bertemu dengan Ivan H. Horvat, Spesialis Teknik Utama dari Program Pembangunan PBB, dan Ms. Malika Saparova dari UN FAO. Diskusi-diskusi ini membuka perspektif baru tentang isu-isu yang dihadapi di Asia Tengah dan global. Misalnya, kami membahas pentingnya meningkatkan akses pangan, di mana hampir 88 juta orang di Asia Tengah mengalami kelaparan dan kekurangan air. Percakapan ini mengingatkan saya betapa pentingnya kolaborasi dalam memecahkan masalah ini.


Speech dari Mrs. Sabine Machl, Koordinator Residen PBB di Uzbekistan
Speech dari Mrs. Sabine Machl, Koordinator Residen PBB di Uzbekistan

Refleksi Pribadi dan Tanggung Jawab


YLSW 2025 bukan hanya tentang pembelajaran, tetapi juga kesempatan untuk refleksi pribadi. Saya sering mengingat motto: “Youth are not useless, but they are less used.” Ini mengingatkan saya bahwa generasi muda perlu diberdayakan untuk berkontribusi lebih banyak. Selama konferensi, saya merenungkan bagaimana saya bisa mengajak teman-teman sebaya untuk terlibat dalam isu-isu keberlanjutan.


Kami perlu berani mengemukakan suara, mengambil inisiatif, dan menjadi bagian dari solusi. Ini memotivasi saya untuk menyelenggarakan lokakarya dan membagikan alat bantu belajar di kampung-kampung di Papua dari IMAPA Rusia. Dengan harapan mengurangi angka buta huruf dan meningkatkan semangat belajar saudara/i kami di pelosok.


“Youth are not useless, but they are less used.”

Pertemuan Lokal


Saya juga berkesempatan bersentuhan langsung dengan orang lokal, dalam perjalanan saya ke Samarkand menggunakan kereta ekonomi (kota kedua terbesar di Uzbekistan), Saya menyaksikan hampir 80% penumpang kereta adalah Ibu dan anak. Saya bercerita banyak dengan ibu Fatimah, Ibu dari 2 putri cantik Muslimah (4 Tahun) dan Amina (2 Tahun). Di Uzbekistan perempuan bertanggung jawab atas pengasuhan keluarga, memastikan ketahanan pangan, mengelola keuangan rumah tangga, serta berperan besar dalam kegiatan pertanian-mulai dari menanam memelihara, hingga memanen, tatkala mereka juga yang menjual. mereka juga sering menjadi agen perubahan di komunitas, menjaga warisan budaya dan mendidik anak-anak nya.

Namun, meski peran perempuan sangat vital di tingkat keluarga dan komunitas, tatkala mereka masih menghadapi tantangan dalam akses ke pekerjaan formal, kepemimpinan, dan pengambilan keputusan yang lebih tinggi. Norma sosial yang menganggap perempuan hanya bertanggung jawab domestik sering kali menjadi “Invisible Chains” atau pembatas partisipasi mereka dalam ekonomi dan politik secara lebih luas. Poin 5 SDG (Gender Equality) menjadi sangat kelihatan dalam hal ini.


Wide angle view of the Tashkent skyline with modern architecture
Kereta Tashkent - Samarkand

Saya memiliki kepercayaannya penuh bahwa “When you step up from your country, you are for world” namun tanpa melupakan nilai budaya dan akar yang baik dan membawa nya di panggung dunia. Istilah yang sedang populer saat ini adalah GLOCAL, Think local - trend it global.

Sebagai perwakilan Indonesia dan orang Papua saya mendapatkan kesempatan presentasikan IMAPA dan Isu-isu lokal di Indonesia juga usaha penyelesaiannya. Saya melihat bahwa petani 10 tahun yang lalu dan petani saat ini harus merubah praktek mereka yang sudah diwariskan ratusan tahun. Ini memberikan gambaran bahwa bahkan untuk hal dasar dapat manusia hidup sudah berubah sangat cepat.


Hal ini membuat pemimpin muda cenderung mengambil keputusan yang bersifat sementara dan tidak melakukan mendekatkan yang lebih holistik. Pemimpin mudah harus memiliki Ethical Leadership, di mana itu menjamin mereka bekerja kesadaran penuh dan start dari diri sendiri sebagai seorang yang Allocentrics “if it don’t work for you, it does not work to anyone else”


Sebagai seorang anak pelajar internasional dan hidup merantau lebih dari rumah lebih dari 8 tahun juga mahasiswa di jurusan International business, membuat saya melihat bahwa, sebagai pemimpin masa depan kita butuh melihat satu hal dalam hal luas, dalam hal ini Internationalisation pola pikir kita.

“if it don’t work for you, it does not work to anyone else”

Eye-level view of a lush green park in Tashkent
Mendapatkan Penghargaan dan Sertifikat dari Rektor IAU, Uzbekistan

Kesimpulan dan Takeaways


Sebagai mahasiswa internasional jurusan bisnis internasional dan perantau, saya semakin meyakini pentingnya internationalisation dalam pola pikir kepemimpinan masa depan, dengan konsep glocal-berpikir lokal namun bertindak global. Saya juga mendapat kesempatan mempresentasikan isu-isu lokal Indonesia, khususnya dari perspektif petani dan masyarakat Papua, yang harus beradaptasi dengan perubahan cepat dalam praktik pertanian demi keberlanjutan.


Pengalaman bertemu langsung dengan masyarakat lokal Uzbekistan, seperti ibu Fatimah yang memegang peran vital dalam ketahanan pangan dan pengelolaan rumah tangga, memperlihatkan peran perempuan yang besar namun masih menghadapi tantangan dalam akses ke pekerjaan formal dan kepemimpinan. Hal ini sangat terkait dengan poin 5 SDG tentang kesetaraan gender.


Secara keseluruhan, YLSW 2025 menguatkan tekad saya untuk menjadi pemimpin muda yang tidak hanya peduli lingkungan dan manusia, tetapi juga mampu menghubungkan nilai budaya lokal dengan dinamika global demi masa depan yang berkelanjutan.


"Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.
Yeremia 29:11


Ucapan Terima Kasih

Saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada IIMP, UN-Women, UN FAO, Rektor International Agriculture University, serta semua relawan di AIU dan pemimpin muda dari seluruh dunia yang telah berbagi ilmu dan inspirasi. Semoga pengalaman ini dapat menjadi pemicu semangat bagi anak muda Indonesia untuk lebih aktif berperan dalam isu-isu global dan keberlanjutan.


Pengalaman ini saya bagikan agar menjadi motivasi bagi anak muda Indonesia untuk terus bergerak, belajar, dan berkontribusi dalam membangun masa depan yang lebih baik dan berkelanjutan bagi bangsa dan dunia.





 
 
 

Komentáře


bottom of page